
BANDUNG.AKRAB dengan tanaman kopi bisa disebut masih baru. Tahun 2012 mulai menanam kopi. Empat tahun lalu memulai belajar mengolah kopi. Kini Ijang Solehuddin (39), boleh dibilang sudah menjadi seorang barista. Barista dari Kampung Cikoneng Desa Cibiru Wetan Kec. Cileunyi Kab Basndung. Dari buah kopi yang ditanamnya di lereng Gunung Manglayang Kab. Bandung, Ijang mampu mengolahnya menjadi berbagai produk kopi siap seduh, Wash, Honey, Netral dan Wine, tergantung pasar yang disasarnya. Hebatnya, untuk mengolah kopi sejak dipetik yang biasa disebut ceri, ia mengolahnya, mencuci, menjemurm memfermentasi dan terakhir meroasting (nyangrai, sunda)dengan mesin roasting buatannya sendiri.
Berawal dari memiliki lahan garapan melalui program PHBM Perhutani, i memulai menanam kopi dengan bimbingan petugas Perhutani, Asep. Saat kopi mulai berbuah, harga ceri (kopi baru dipetik) hanya Rp 6.000 per kg, padahal untuk upah petiknya saja Rp 2.000 per kg. “Sayang terlalu murah, padahal kalo ngopi di warung apalagi café, harganya lumayan,” tuturnya. Ia belajar dan terus berfikir.
Akhirnya, pria berijasah SMK jurusan listrik ini mulai belajar menyajikan kopi ke rekannya, Reza, pemilik café di RRI. Mulai mengolah dan menjemur kopi, menyeduh dan menyajikan yang berstandar. Bahkan ia berguru juga pada seorang barista dari Jakarta, Steven, yang secara kebetulan bertemu dalam acara ngopi bareng di Gedung Sate. Sampai akhirnya ia mampu mengolah ceri menjadi produk kopi jenis Wash, Honey, Netral sampai jenis Wine.
Kendala yang selama ini dihadapinya menyangkut roasting, terpecahkan dari guru Steven ini. Dalam menularkan ilmunya Steven bahkan sampai membongkar mesin roasting impor terkenal untuk diperlihatkan pada Ijang. Prinsip kerja mesin rosting itu pun diperlihatkan. Ijang memutuskan untuk membuat mesin roasting sendiri. Dengan bantuan tukang las di kampungnya, ahirnya ia berhasil membuat mesin roasting. Dari merancang sampai bulak balik ke bengkel dank e tempat onderdil, butuh waktu sekitar 3 bulan dengan menghabiskan biaya sekitar Rp 2 juta. Menurut Ijang, memang di pasaran banyak mesin roasting murah, dengan harga ratusan ribu, tapi hasilnya kurang bagus dan sering kali tidak merata.
“Wah..malu Pak penampilannya,” tutur Ijang saat bandungupdate ingin melihat penampilan mesin raosting made in Cikoneng ini. Menurut Ijang, meski sudah bisa berfungsi dengan baik, namun masih banyak kekurangan mesin roasting yang dibuatnya ini. Tidak menggunakan blower, sehingga kalo sedang digunakan, ruangan berbau aroma kopi. Belum menggunakan dinamo sehingga, diputar manual, dengan pengukur temperature yang juga ikut berputar. “Kalo yang pabrikan, kan pengukur temperaturnya diam. Kalo yang ini ikut berputar,” tutur ijang sambil tertawa, memperlihatkan pengukur temperature yang naik turun mengikuti putaran. “Ga apalah.. mutar manual. Kan cuma 8 – 10 menit,” katanya sambil menyebut mesinnya ini memiliki kapasitas 1.2 kg green bean yang diolah.
Ia juga berceritera, salah satu kesulitan dalam pembuatan mesin roasting ini terutama dalam menyediakan api yang mampu memanaskan dan menaikan suhu sampai 200 celsius dalam tiga menit, seperti yang dipelajarinya dari bedah mesin impor. Sampai sampai ada komponen bekas AC yang digunakan dalam kompornya. Sampai akhirnya mesin roasting made in Cikoneng ini berhasil dibuat dan bisa menghasilkan kopi berkualitas. Hasilnya? Selain para pelanggan, banyak penggemar kopi yang sengaja ngopi di warungnya, di Kampung Cikoneng yang berudara dingin. Hmmm. (Uyun Achadiat/bandungupdate)




